Wisata Desa Berbasis Masyarakat, Karena Warga Bukan Penonton
Baca Juga
BATU - Pengambangan potensi wisata desa berbasis masyarakat di Kota Batu terus tumbuh dan berkembang. Masyarakat tidak hanya menjadi penonton keramaian wisatawan yang datang ke Kota Batu, tapi masyarakat juga sebagai pelaku wisata yang dapat meningkatkan perekonomian warga.
Saat ini sektor pariwisata sangat potensial untuk pemberdayaan ekonomi rakyat. Beberapa wisata alam berbasis masyarakat yang tengah dikembangkan antara lain, Coban Talun, Coban Putri dan Gunung Banyak.Wisata tersebut dikelola melalui Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) bersama Perhutani.
Koordinator Wisata Coban Talun, Samsul Huda mengatakan, wisata alam Coban Talun yang berada di Dusun Wonorejo, Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu ini mulai dkembangkan masyarakat dibawah LMDH Wonolestari Sejah sejak tahun 2017 lalu.
"Pengembangan wisata berbasis masyarakat di Coban Talun memang baru satu tahun ini. Namun pengembangan wisata dikhususkan yang berbasis masyarakat dengan tujuan peningkatan ekonomi warga desa. Sehingga investor tidak diperbolehkan masuk," ujar Samsul kepada Malang Post.
Ia menjelaskan, di kawasan Coban Talun memiliki delapan wahana wisata yang dikelola masyarakat, diantaranya wisata 1000 Oyot, Ayunan, Omah Pagupon, Alas Pinus, Omah Terbalik, Kebun Bunga dan Gua Jepang. Sementara untuk Omah Apache dikelola pihak ketiga.
Misalnya objek Wisata Coban Talun (Oyot), menjadi salah satu wahana wisata yang dikelola lebih dari 100 kepala Keluarga. Itu diungkapkan oleh pengelola Oyot, Suhari yang mengatakan bahwa Oyot menjadi satu-satunya objek wisata yang dikelola oleh warga, atau berbasis masyarakat.
"Dibawah LMDH Wonolestari Sejahterah, Oyot salah satu objek yang merupakan usaha masyarakat RW 15, Dusun Wonorejo, Desa Tulungrejo. Dengan pembangunan selama enam bulan sejak Mei dan mulai dibuka tanggal 13 Desember 2017 lalu," ungkap Hari.
Objek wisata alam seluas 1 hektar ini, dalam pembangunannya diperoleh dari swadaya masyarakat.
"Sehingga tidak ada pihak lainnya atau investor yang masuk. Itu karena kami tidak ingin hanya menjadi penonton di desa kami sendiri," ungkapnya.
Ia menerangkan, jika pengembangan Oyot masih terkendala. Itu karena semua SDM masih belajar dan semua pegawai dari warga RW 15. 166 saham terdiri dari 90-100 orang KK yang ikut bergabung dengan ivestasi tiap saham senilai Rp 5 juta.
"Untuk warga RW 15 yang mau ikut berinvestasi kita tidak memaksa. Tercatat dari 167 KK sekitar 100 orang yang ikut. Perlu diketahui juga satu saham bisa dibagi dua sampai tiga orang," imbuhnya.
Sedangkan untuk pembagian hasilnya, Hari mengatakan, hingga jangka waktu dua tahun kedepan pihaknya masih melakukan pengembangan.
"Untuk bagi hasil belum ada sampai dua tahun nanti. Karena hasil dari penjualan tiket masuk dan beberapa wahana yang ada digunakan untuk pengembangan Oyot," bebernya.
Untuk pembagian hasil dari tiket masuk sebesar Rp 5 ribu tiap bulannya mendapat 64 persen. Sedang untuk pajak 10 persen, PHT KPH Malang 20 persen, TPU 2 persen, Desa 2 persen dan Kopkar 2 persen.
Begitu juga dengan wisata alam Coban Putri di Dusun Tlekung, Desa Tlekung, Kecamatan Junrejo, Kota Batu yang dikelola oleh Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Wonoasri, Coban Putri. Sama seperti seperti Coban Talun, pengembangan dan peresmian baru berjalan satu tahun ini. (eri/aim)