Baca Juga

bakar-658x330



Rumah Gumbrek (50) mengalami kebakaran hebat pada Jumat (18/5/18), ia merupakan warga Dukuh Krajan Rt 04 Rw 01, Desa Krebet, Kecamatan Jambon, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur. Kebekaran tersebut akibat ulah anaknya.
Kejadian ini berawal saat anak korban bernama Agung (16) marah-marah kepada Gubrek karena minta Handphone dan sekitar pukul 14.00 WIB, saat korban bekerja, Agung keluar rumah dengan membakar kayu di halaman, kemudian api di dalam rumah sudah menyala, selanjutnya Agung berjalan entah kemana. Sedangkan api melalap rumah korban hingga habis.
Menurut Kasubag Humas Polres Ponorogo, AKP Sudarmanto kejadian ini dilaporkan oleh Polsek Jabon ke Polres Ponorogo. Setelah mengetahui kebakaran tersebut petugas lalu menguhubungi pemadam kebakaran Pemkab Ponorogo.
“Mobil pemadam kebakaran pun juga datang, api juga sudah bisa dipadamkan, namun rumah korban tetap habis terbakar.” Terang AKP Sudarmanto. Selain rumah yang terbakar, korban juga menderita kerugian perabot rumah tangga dan uang tunai sebesar Rp 3.000.000.00.
Petugas juga sudah mengamankan Agung yang diduga sebagai pelaku pembakaran tersebut di Mapolsek Jambon, sedangkan untuk total kerugian atas kejadian ini sekitar tujuh puluh lima juta rupiah. (Por/Ind/Frm)

Baca Juga

20180519_123426
Petugas gabungan melakukan razia kos kosan di daerah Tungorono, Kabupaten Jombang.

Hal tersebut dilakukan untuk menjaga sucinya bulan Ramadhan dan mencegah muda-mudi serta pasangan bukan suami gue untuk tidak berbuat mesum.

Gelar razia yang dilaksanakan oleh petugas Gabungan, serta Polsek Jombang tersebut berhasil mengamankan pasangan tanpa surat nikah dan bukan suami istri.

Razia ini dilakukan petugas gabungan dengan harapan situasi di Jombang tetap aman dan kondusif dari penyakit masyarakat selama bulan puasa.

Petugas Polsek Jombang yang dibantu Koramil Jombang dan Pol PP Kec. Jombang itu dilakukan guna penertiban rumah kos di eks lokalisasi Tunggorono, Kec/Kab Jombang.

Dalam razia tersebut, sepasang laki-laki dan perempuan diamankan karena tidak memiliki hubungan suami istri.

Keduanya adalah AS (28) warga Perumahan Pondok Indah, Desa Tunggorono, Jombang, dan DKS (19) warga Kelurahan Putat Jaya, Kecamatan Sawahan, Surabaya.

Polisi juga mengamankan wanita berinisial ARD (19) warga Desa Tunggorono, Jombang karena tidak memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP).

“Mereka berada dalam satu kamar saat dilakukan razia. Semua yang terjaring kita bawa ke Mapolsek guna pendataan lebih lanjut,” urai Kapolsekta Jombang, AKP Suparno, Jum’at (18/8/2018).

Sasaran dalam razia tersebut adalah rumah kos, petugas gabungan juga merazia eks lokalisasi Tunggorono. Rumah-rumah penduduk yang pernah menjadi tempat lokalisasi juga menjadi sasaran.

“Razia seperti ini akan terus kita lakukan dalam bulan suci Ramadhan ini, guna menjaga kota Jombang agar tetap aman dan kondusif,” tuturnya. (Supriyadi)

Baca Juga

Jaringan kelompok radikal atau terorisme tanpa banyak disadari menggunakan pemberitaan media untuk sarana propaganda dan berkomunikasi antar sel-sel yang berserak dan terpisah-pisah. Semakin marak dan bombastis pemberitaan pers tentang peristiwa terorisme, maka semakin tercapai tujuan terorisme untuk menebarkan ketakutan dalam masyarakat.
kode-radikal
ilustrasi
Demikian dikemukakan Direktur Eksekutif Indonesia New Media Watch Agus Sudibyo dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (17/5).
Menurut Agus, ketika komunikasi langsung semakin tidak dimungkinkan karena penyadapan lembaga intelijen, jaringan teroris berkomunikasi dan saling berkirim sandi melalui pemberitaan media.
“Maka, pemberitaan tentang insiden Mako Brimob Depok konon diterima sebagai kode bagi sel-sel teroris di tempat lain untuk segera beroperasi,” ujarnya.
Lantas, bagaimana dengan pers Indonesia? Menurut Agus, ketika terorisme sedang beraksi di Indonesia dan saban hari menjadi episentrum pemberitaan pers, memberitakan peristiwa terorisme tentu tidak salah, bahkan harus dilakukan untuk memenuhi hak publik atas informasi, untuk menjalankan fungsi surveillance dan kontrol.
Namun di sisi lain, lanjut dia, pers mesti mempertimbangkan dampak sistemik, perlu berhitung ulang tentang prinsip kebebasan pers yang fungsional dan bukan sebaliknya kontraproduktif bagi nilai-nilai yang lain: kemanusiaan, keamanan nasional, penegakan hukum, ketentraman sosial, recovery korban dan keluarganya dan lain-lain.
“Travel advice sudah dilakukan beberapa negara besar, penurunan nilai rupiah di depan mata, goncangan terhadap sektor pariwisata mulai dikhawatirkan sebagai akibat teror bom,” terangnya.
Agus menegaskan, semua pihak sudah harus berpikir tentang mengedepankan kepentingan nasional daripada kepentingan pribadi atau kelompok. Tanpa terkecuali pers. Tentu saja ini bukan perkara yang mudah. Pasalnya, sudah menjadi naluri wartawan untuk memburu dan memberitakan yang penting, mendesak, kontroversial dan menarik perhatian khalayak.
“Di sinilah lahir dilema antara melayani hak publik atas informasi di satu sisi, dan dorongan untuk turut menjaga situasi yang kondusif bagi penyelesaian masalah di sisi lain. Apa boleh buat, kebebasan pers tidak berdiri di ruang kosong, dia bersisihan dan berkelindan dengan nilai nilai publik yang lain,” katanya.
Pers Barat sekarang semakin selektif terhadap klaim, kiriman video dan berbagai pernyataan ISIS. Mereka belakangan tidak begitu saja memuat klaim-klaim ISIS. Sebaliknya, mereka telah berpikir untuk tidak mau terjebak dalam propaganda ISIS. (**)

Baca Juga

IMG-20180519-_WA0026-800x445-678x381
Direktorat Krimsus Subdit Cybercrime Polda Sumut menangkap oknum PNS yang bekerja sebagai dosen Ilmu Perpustakaan di Universitas Sumatera Utara (USU) bernama Himma Dewiyana Lubis alias Himma dirumahnya Jalan Melinjo II Komp. Johor Permai Medan Johor Kota Medan.
Ianya ditangkap pada hari Sabtu (19/5/2018) karena salah satu postingan akun facebook Himma tersebut viral hingga mengundang perdebatan hangat netizen dan diduga menyampaikan ujaran kebencian.
Saat itu, setelah tiga serangan bom bunuh diri pada Minggu (13/5/2018) di tempat ibadah Surabaya, Himma Dewiyana memosting sebuah tulisan yang menyebutkan kalau 3 bom gereja di surabaya hanyalah pengalihan isu

“Skenario pengalihan yg sempurna…
#2019GantiPresiden” tulis akun facebook Himma Dewiyana.

Setelah postingannya viral, Himma yang juga memiliki pendidikan terakhir S2 ini pun langsung menutup akun facebooknya. Namun, postingannya sudah terlanjur discreenshoot netizen dan dibagikan ke media daring.
“Himma ditangkap dalam perkara diduga adanya pelanggaran tindak pidana ujaran kebencian yang menyebutkan setiap orang dengan sengaja menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat 2 UU ITE,” jelas Kabid Humas Polda Sumut AKBP Tatan Dirsan Atmaja SIK., menyampaikan pasal UU ITE yang dilanggar Himma.

32313093_1785575194834560_2238059268412538880_n

Kabid Humas mengatakan motif tujuan pemilik akun Facebook Himma Dewiyana yang dimilikinya tersebut karena terbawa suasana dan emosi didalam media sosial facebook dengan maraknya caption / tulisan #2019GantiPresiden.

“Ia mengaku merasa kecewa, jengkel dan sakit hati atas kepemimpinan Bapak Jokowi selaku Presiden Republik Indonesia yang telah mengabaikan janji – janji pada saat kampanye pemilihan Presiden ditahun 2014,” ujar Kabid Humas.

“Pelaku mengakui menulis status tersebut tanggal 12 Mei 2018 dan 13 Mei 2018 dirumahnya,” ujar Kabid Humas.
Kabid Humas mengatakan karena telah meresahkan masyarakat, personil Cybercrime Polda Sumut yang melaporkan sendiri akun tersebut sehingga dugaan ujaran kebencian yang dilakukan oleh pelaku dapat diusut.

Sebelumnya tidak ada masyarakat yang melaporkan kasus tersebut secara resmi ke Kepolisian.

Wanita kelahiran tahun 1972 tersebut kini telah berada di Mapolda Sumut untuk dilakukan penyidikan dan mempertanggungjawabkan perbuatannya.

“Petugas telah memeriksa saksi dan menyita barang bukti berupa handphone Iphone 6S dan SIM card milik pelaku untuk kepentingan penyidikan,” kata AKBP Tatan.
Polisi juga melakukan Digital Forensik terhadap handphone pelaku Himma dan melakukan pendalaman bilamana ada motif lain terkait pemostingan ujaran kebencian yang dimaksud.
Begitu dahsyatnya serangan bertubi-tubi dari kelompok teroris, malah di media sosial bertebaran postingan-postingan hoax hingga mengundang ujaran kebencian.
Pemosting ujaran kebencian dan hoax ini ternyata bukan dari kalangan masyarakat bawah, tetapi masayarakat yang berpendidikan tinggi.
Untuk itu Kabid Humas Polda Sumut menghimbau kepada masyarakat untuk tidak sembarangan dalam memposting sesuatu di media sosial, karena setiap postingan di media sosial memiliki pertanggungjawaban hukum sesuai diatur dalam Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau Undang Undang nomor 11 tahun 2008 atau UU ITE.
“Mari ciptakan kedamaian dan kesejukan saat berinteraksi di media sosial. Bijaklah dalam bermedia sosial. Jangan sampai menyebarkan Hoax dan menimbulkan ujaran kebencian,” himbau Kabid Humas.

Baca Juga

32765158_1491576604303814_4635479630441086976_n
Ketika Indonesia diguncang teror bom, seperti Surabaya, Sidoarjo bahkan Riau, Pemuda Ansor merasa prihatin, dan negara harus segera bertindak.
Ketua Ansor Jombang, H Zulfikar mengatakan pada suarajatimpost.com bahawa teroris adalah pembunuh berdarah dingin bukan atas nama agama.
"Saya menyebut teroris itu merupakan kejahatan kemanusian, dan kami sebagai Ansor, Banser berkomitmen menjaga NKRI terutama dengan empat pilar kebangsaan," jelasnya, Jumat (18/5).
Ia menambahkan bahwa Senior pendiri Ansor juga melakukan totalitas ngak cuman parsial. Pemuda Ansor meyakini para muazis, terdiri dari Ulama terdahulu pendiri gerakan Ansor berperang melawan penjajah.
"Kiai Mbah Hasyim Ashari pernah menyampaikan antara Agama dan Nasionalisme tidak bisa terlepas, agama saja tanpa nasionalisme seperti kejadian di timur tengah yang sedang berkonflik. Nasionalisme tanpa agama juga akan berantakan, karena agama bertujuan untuk mengatur ketidak aturan itu, kalau manusia tidak di kasih agama yang se enaknya sendiri, jadi agama dan nasionalisme itu sangat penting," paparnya.
Yang perlu di kuatkan adalah pendidikan kecintaan terhadap Indonesia, yang sekarang  hampir luntur. Maka pendidikan di sekolah wajib menghafal Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945.
"Ayo kita melakukan pendidikan warga bangsa ini secara masif secara merata tentang apa, ya kecintaan pada ke Indonesia an, orang kita hidup di bumi Indonesia. Kalau tidak mau ya silakan keluar dari Indonesia, kita punya landasan ideologi kita ada konstitusi kita juga ada, lah edukasi pendidikan ke Indonesian itu penting," katanya.
Lanjut beliau juga mengutuk para teroris dan Ansor siap untuk memerangi itu. Siap melawan Teroris dan mengecam tindakannya, juga sangat mendukung langkah Pak Presiden mengeluarkan Perpu bila Undang undang teroris tidak segera di sah kan.
"Saya mendukung sekali, apa yang dilakukan Presiden akan mengeluarkan Perpu soal Terorisme, karena bila tidak ada aturan yang mengikat maka bila ada kejahatan yang dilakukan teroris, penegak hukum susah menindak paling hanya seremonial uncapan kutuk, lawan tindakan teroris, ucapan berduka atau yang lainnya. Akan terus seperti itu sebelum ada Undang undang yang mengikat, dan Ansor Banser berkomitmen NKRI harga mati, Pancasila Jaya, Nusantara milik kita," ungkap  sapaan akrab Gus Antok.

Reporter: Hariyanto
Powered by Blogger.
close
Banner iklan disini